Untuk saat ini, pertemuan kita mungkin cukup sampai disini. Singkat dan sakit, saat kita mengingat awal yang kini menjadi akhir.
Tawa demi tangis, kita tebus dengan semua jenis permainan kartu.
Sajak ini kutujukan kepada kalian, para keluarga baruku.
Baik-baik disana kawan, aku akan merindukan itu.
Dan teruntuk kalian semua, kita tetap menjadi keluarga.
Jangan Sampai Kretekmu Padam!
Nampaknya, dia sudah tak ada gairah,
Untuk makan
Atau sekedar bercumbu dengan gadis
Sialan, dia lebih memilih kreteknya
Tiada hari tanpa kretek
Aroma tembakau, lekat pada baju dan giginya
Nampaknya, kretek itu sekarang sudah mengikat jiwanya
Kepulan asap mulai keluar dari mulutnya yang tersenyum
Senyum yang membuat siapapun ingin menonjok giginya hingga rontok
Siapa yang mau disalahkan?
Aroma tembakau lebih bisa menghiburnya daripada pesan yang kerap berdenting di gawainya
Sialan memang!
Cita-citanya sungguh sederhana,
Ia hanya inginkan seorang gadis,
Gadis yang bersedia memantikkan kretek itu kemulutnya
Mungkin sekarang,
Sudah ia temukan
Namun tak tahu, apakah pertemuannya akan seumur kepulan asap menjengkelkan yang kerap berputar dimuka
Tapi sepertinya,
Dia sudah bisa bahagia
Untuk Pria yang Kau Sebut Mama
Iris saja telingaku Ma!
Kau sungguh berisik!
Pengang telingaku!
Mendengar semua khotbah pagi dan malammu
Gelar Mama, memang layak kau dapatkan!
Bagaikan api yang melahap kayu
Tidak ada yang bisa lepas dari ceramahmu!
Sungguh, aku bersyukur
Tuhan masih peduli denganku
Dengan mengirim dirimu
Bahkan, mungkin saat diriku malas dengan aku
Daun telingaku mulai tersayat
Mendengar kita akan dibentangkan oleh jarak dan waktu
Mama,
Yang kupinta padamu hanyalah satu,
Tolong jangan kau jadikan ini sebagai yang terakhir
Labuhkan hatimu pada kami, Mah.
Jangan berhenti berisik.
Anak Bontot, Jangan Lupa Bangun.
Bangunlah nak,
Matahari sudah tinggi
Tunaikan bakti pada Tuhanmu!
Ia sudah menunggumu, diujung dermaga rahmat.
Hampirilah dia, dengan membawa keceriaan anak terakhir.
Bagus, jangan lupa bangun ya nak.
Kini aku tak ada lagi disampingmu
Bahkan untuk sekedar menampar bahu saat membangunkanmu
Jangan berpikir macam-macam,
Dia adikku yang paling bontot
Setidaknya, begitulah yang selalu ia katakan pada kami.
Seperti kaset rusak,
Yang memutar lagu sama terus menerus
Nampaknya ia akan senang jika aku membalas pengakuannya,
Kemarilah adik bontotku,
Lucu dan menjengkelkan,
Tapi tak ada niatan untuk menyakitimu
Hanya tawanya yang bisa merusak sikap dinginku
Terima kasih, bontot.
Jangan lupa bangun.
Penari Kecil Ditepi Jalan
Entahlah,
Dia senang sekali menari
Bukan jaipong apalagi balet
Aku tak yakin menyebutnya sebagai tarian
Karena anak ini lebih suka menyebutnya dance
Sama saja sebenarnya,
Tapi biarlah, biarkan dia suka.
Menatap dingin
Dan seketika tertawa lepas
Ciri khas si penari kecil ini
Dia suka sendiri
Bahkan selalu berjalan cepat didepan
Atau melambat dibelakang
Tentu saja demi mencuri kesempatan,
Untuk dirinya bisa menari lagi
Tidak masalah,
Dialah yang menjadi jembatan kami bertemu
Baik-baik disana ya
Jaga kaki kecilmu,
Agar kau menjadi penari hebat, kelak.
Ajari Kami Pak Dosen
Pak Dosen, Ajari Aku
Dalam hierarki,
Kau mungkin yang paling lambat,
Terlambat masuk dalam lingkaran teman kami
Kau juga masih suka menghilang
Sedih dan menyendiri sendiri
Kenapa pak?
Masihkah ada ragu di kalbumu?
Apa yang membuat itu semua ada?
Tolong ajari aku
Aku ingin sekali mendengar celotehmu
Tentang politik,
Ataupun gadis-gadis di desa dan kota.
Nampaknya kau ahli dalam hal itu
Ajari aku pak, jangan menyendiri terus.
Dia bukan kutu buku, dia hanya sendiri
Dia tidak pernah membenci sendiri
Sendiri membuatnya kuat
Sendiri mengajarinya banyak
Tapi dia tetap sedih
Sedih karena sendiri
Lelah,
Katanya ia bercerita
Malas,
Katanya untuk cinta
Khianat,
Yang sering ia dapat
Akunya dia akan setia,
Jika bertemu pujaannya,
Namun kenapa masih tidak menemukan
Kadang memang begitu,
Mungkin sepi ingin berbisik padanya
Agar bisa lebih banyak menghabiskan buku,
Buku di rak dan genggaman mantan kasihnya
Nasihatku hanya satu, teman.
Jangan mudah percaya
Kau bukan kutu!
Kau manusia!
Manusia merdeka!
Kata paman Pramodya,
Melawanlah dengan sebaik dan sehormat-hormatnya.
Tetaplah merdeka, teman.
Tapi nampaknya,
Kini sudah berubah
Sendiri bukan lagi nama tengahnya
Kini dia sudah menemukan teman,
Yang harapnya menjadi teman hidup
Walau dia kerap ragu,
Tapi keyakinan perlahan tumbuh
Dan kini,
Ia bisa membaca buku ditemani asap tembakau
Yah, kau tahu yang ku maksud
Lantai 3 Ramsis A, 23 Desember 2021
Komentar
Posting Komentar