Langsung ke konten utama

Postingan

Lelaki eps 1

Postingan terbaru

Warisi Apinya, Bukan Abunya!

Pernahkah anda membayangkan apa yang akan terjadi jika siswa kelas 10 SMK dipaksa bercengkrama dengan  bocil kelas 6 SD? Jika menurut tuan dan puan sekalian itu adalah hal aneh, maka anda harus mendengarkan cerita saya. Silahkan rebus mie kuah, siapkan cemilan dan seduh teh hangat, karena cerita ini akan sedikit panjang.  Saya mulai dari Hanin, mahasiswa prodi Ilmu Komunikasi (Ikom) yang cengeng, banyak omong dan bipolar ini sempat bimbang apakah akan mengikuti agenda pertapaan kemarin atau harus memilih bekerja untuk mendapat tambahan uang saku. Hanin yang bingung akhirnya membuat keputusan untuk meninggalkan angan-angan mendapat uang jajan lebih itu karena harus memilih bertapa bersama kami. Selama proses pertapaan kemarin, saya sempat kaget karena kerudungnya tersingkap hingga membuat rambutnya yang mirip klobot jagung menjadi terlihat, usut punya usut, dirinya memiliki phobia yang cukup unik, karena katanya dia takut dengan rambut hitam yang rontok. Oleh karenanya, dia

Lelaki! : eps 1

Kepalan tangan itu tiba-tiba mendarat di pelipis kananku dan membuatku jatuh tersungkur. Disusul dengan tendangan yang mengenai dahiku, hingga kepalaku bergeser dari tempatku tersungkur. "Sialan, pada kondisi ini aku tidak mungkin menang," gumamku, sambil meringkukkan tangan, kaki, dan badanku. Entah berapa banyak kaki yang menendang pinggang, kepala, tangan, dan kakiku kini. Mereka adalah segerombol banci yang masih suka main keroyokan untuk menutupi ketidakmampuannya berkelahi. Dalam gusar amarahku, tendangan itu berhenti. "Tunggu... Tunggu... Biarkan dia berdiri!" Ucap Alex sambil menahan teman-temannya. Dengan sekuat tenaga, aku mencoba bangkit. Lenganku gemetar karena menahan sakit, sesekali ambruk dan mencoba berdiri kembali. Darah menetes dari hidung dan bibirku. Kemudian aku berhasil berdiri dan memasang kuda-kuda dengan kaki gemetar. Belum sempat aku menengok wajah mereka, tendangan lurus tepat menghantam rahangku. Aku kembali tersungkur. Secepa

Sang Arjuna : Ontobugo 1

Aku sudah lama tidak mendaki gunung, apalagi jika dihadapkan pada ketinggian 3000 mdpl dan membawa rombongan, bisa saja akan menghabiskan berhari-hari hanya untuk aktivitas yang melelahkan ini. Aku tidak pernah menyangka jika harus bergelut dengan dataran tinggi ini, lagi. Karena setelah Penanggungan, hampir saja aku telah bersumpah untuk tidak menjajakkan kaki ku di gundukan raksasa ini lagi. Apalagi jika harus membawa rombongan yang entah sudah mempersiapkan apa saja sebelum mendaki, hal itu yang membuatku cemas. "Aku dulu sebelum menjajakkan kakiku ke mahameru, setidaknya perlu latihan dua minggu. Dengan latihan lengan, nafas, dan otot kaki yang ketat." Ucapku sambil menyalakan rokok karena sudah mulai kedinginan. Kemudian Rocky datang dengan menepuk bahuku. "Kau terlalu sombong, aku sudah mempersiapkan ini jauh-jauh hari," balasnya dengan mulutnya yang sudah mulai menyeringai. Tak butuh waktu lama, Carli datang dengan membawa lembaran peta gunung Arj

Begitulah

Dari dulu saya membenci perdebatan lelaki dan wanita, pembahasan ihwal gender adalah suatu hal yang bulshit  menurut saya, karena ini hanya tentang stigma masyarakat saja. Akan tetapi, akhir-akhir ini saya mulai kembali mempertanyakan mengenai hal itu, karena suatu konstruksi sosial biasanya hanya ada karena dua kemungkinan, jika tidak berdasar pengalaman dari banyak orang yang akhirnya menjadi sebuah kesepakatan sosial, ya berarti dari konstruksi yang sengaja dibangun dengan maksud tertentu. Entah ini masuk dalam pengertian yang mana, karena ini memang murni dari kegelisahan hati saya. Tak ada sangkut pautnya dengan keilmuan manapun. Saya mulai pembahasan dengan hal yang akhir-akhir ini sering diperbincangkan, mengenai isi kepala lelaki. Tak kalah rumitnya dengan isi hati perempuan, lelaki memiliki segudang rahasia yang hanya dia, Tuhan, dan otaknya yang tahu.  Stigma jika lelaki adalah makhluk kuat yang tidak boleh cengeng, seperti yang di dengungkan oleh mbah Tejo, mungk

Memaafkan

Dulu saat saya masih kecil, saya masih bingung dengan bagaimana sulitnya memaafkan. Hal ini yang membuat saya memandang sebelah mata perihal memaafkan seseorang. Dalam hati saya berkata "apa susahnya memaafkan? Toh , kejadiannya sudah berlalu" Namun seiring berjalannya waktu, ternyata memang ada beberapa kesalahan yang sulit untuk dimaafkan. Mungkin kesalahan seperti anggota keluargamu dilecehkan dan dibunuh, direndahkan di depan khalayak, hingga kesalahan keji lainnya. Dengan membayangkannya saja pasti kita sudah mendidih dibuatnya, apalagi terjadi. Naudzubilla. Oleh karenanya, pada sebuah riwayat ada seorang sahabat yang dijamin masuk surga hanya karena sebelum tidurnya, ia selalu memaafkan orang-orang yang berbuat dzalim kepadanya. Mulanya, dulu saya mendengar riwayat itu disampaikan oleh kiyai saya, hanya manggut-manggut dan mempraktikkannya secara rutin sebelum tidur. Benar, itu saat usia saya masih 16 tahun. Kini setelah hampir 23 tahun saya menghirup oksige

Bom Waktu KUHP Baru Dalam Wajah Diktatoriat Indonesia

Sedih jika melihat fenomena yang terjadi di Indonesia belakangan ini, termasuk mengenai kontroversi disahkannya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Indonesia. Hal tersebut disinyalir penyebabnya tak lain adalah mengenai pasal-pasal yang menurut banyak pihak "masih bermasalah" hingga berujung penolakan dengan bentuk demonstrasi, namun pihak Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) masih ngotot mengesahkan RKUHP tersebut. Hingga puncaknya, pada 6 Desember kemarin Rancangan tersebut resmi menjadi KUHP. Hal yang ingin saya soroti bukanlah mengenai pasal-pasal bermasalah yang ada dalam KUHP tersebut, melainkan mengenai gejala sosial Indonesia yang sudah mulai menunjukan jika demokrasi di negara kita hanyalah angan-angan dan omong kosong belaka. Bagaimana tidak? Menilik kasus omnibus law pada 2020 kemarin saja contohnya, banyak serikat buruh dan mahasiswa diberbagai daerah menolak keras mengenai undang-undang cipta kerja (CIPTAKER OMNIBUS LAW).