Saya merasa beruntung karena diberi kesempatan hidup lebih lama hingga dapat memeluk agama yang familiar dengan istilah rahmatan lil'alamin (rahmat bagi semesta alam). Karena setidaknya dalam agama ini, saya merasakan banyak sekali benefit yang bisa saya dapatkan. Salah satunya adalah puasa.
Kenapa saya bisa mengatakan puasa adalah benefit yang diberikan oleh agama Islam? Hal ini dikarenakan, puasa saya anggap tidak hanya sebagai momen euforia satu tahun sekali yang bisa kita gunakan untuk hunting pahala besar²an dengan tadarus, tarawih, atau ibadah² tambahan yang hanya ada di bulan ramadan saja. Melainkan saya sudah cukup bersyukur hanya dengan puasa saja.
"Loh bang, kan yang puasa bukan cuma orang Islam aja?"
Iya..iyaa.. kalem dong! Kita kesampingkan dulu itu, nanti kapan² kita bahas, karena terlalu panjang kalau kita bahas konteks puasa tersebut. Saya ingin mengutarakan apa yang menjadi keluh kesah saya selama menjalani puasa beberapa tahun ini.
Selain vibes puasa yang menurut saya sudah mulai pudar karena saya sudah semakin dewasa, saya merasa kesadaran saya mengenai puasa telah merubah sudut pandang saya. Dimana saya merasa heran tentang sikap orang muslim ketika menjelang berbuka puasa.
Biasanya, sekitar pukul 15.00, mereka sudah mulai terlihat. Mulai dari pemuda hingga bapak-ibuk yang membawa anaknya, turut memeriahkan trend berburu takjil. Hal ini sebenarnya tidak masalah, sampai ketika saya lihat mereka kerap membawa makanan yang cukup banyak. Saya melihat dua tangan mereka penuh membawa kantong plastik berisi makanan dan minuman, lengkap. Seperti gorengan, kolak, ikan dan ayam bakar, hingga yang tak terlihat karena terbenam di dasar kantong.
Tidak hanya itu, kalian sadar tidak? Jika orang yang berjualan makanan akan jauh lebih banyak daripada hari biasa. Bahkan yang biasanya tidak jualan, saat ramadan mereka pasti akan berjualan dadakan. Tentunya ini bisa dilihat dari segi positif, jika ramadan telah membuka peluang rizki orang-orang yang bahkan awalnya tidak berjualan.
Namun, ini juga bisa dikatakan sebagai suatu hal yang miris, karena setelah saya cari tahu, banyak artikel yang memuat jika ternyata sampah makanan justru meningkat di bulan ramadan. Ini kan kemudian menjadi sebuah paradoks?
Dimana harusnya momen puasa ini adalah momen yang disediakan oleh Allah SWT agar kita dapat mengendalikan dan memenjarakan hawa nafsu kita, salah satunya yang paling terlihat adalah nafsu mata dan perut. Allah SWT sudah meringankan level latihan kita dengan cara mengurung semua musuh bebuyutan manusia yakni setan, agar kita bisa fokus melawan nafsu kita. Tapi, apa yang terjadi?
Kita kadang lapar mata, bahkan mungkin juga saya. Oleh karenanya, seharusnya puasa ini bisa kita jadikan latihan agar bisa mengontrol diri untuk tidak lapar mata, padahal perut kita juga tidak sekuat itu.
Jika momen puasa ini justru membuat kita menjadi jauh lebih konsumtif, apakah tidak sebaiknya mulai merenungi tentang puasa kita itu sudah benar- benar berpuasa? Atau jangan-jangan selama ini kita tidak pernah berpuasa, karena hanya menunda kerakusan, dan kemudian dilampiaskan pada saat adzan Magrib?
Itu saja bahan overthinking dari saya, selamat menjalankan ibadah puasa teman-teman.
Komentar
Posting Komentar