Ini ceritanya ga ada corona ya guys
______________________
Pagi itu, Karyo masih disibukkan dengan menata karpet, membersihkan tempat wudhu, toliet, lantai, juga kaca-kaca masjid agar masjid besok bisa digunakan untuk melaksanakan sholat idul fitri.
Karyo mengerjakannya dengan cukup cekatan, namun ekspresi wajahnya yang menampakan wajah gelisah terbaca oleh Gus Arif yang kebetulan mengawasi sekaligus membantu beres-berez dimasjid itu.
"Hey! Kenapa kamu kok kelihatan gelisah gitu?" tanya gus Arif sambil menepuk bahu Karyo. "hehe anu gus... ga ada apa-apa kok" sahut Karyo dengan cengegesan.
"Ga usah bohong yo, saya bisa baca ekspresi muka kamu kok. Gini-gini, saya juga pernah belajar ilmu psikologi loh, haha..." jawab gus Arif dengan guyonan khasnya. "Hehe iya gus, saya cuma kepikiran sama yang dibilang temen saya" tutur Karyo dengan ekspresi lugunya.
"memang temenmu bilang apa kok sampek kamu kepikiran kayak gitu?" tanya gus Arif kepada Karyo. "hehe, sebelum saya jawab saya mau nanya ke gus dulu deh" sahut Karyo denyan nada sungkan.
"loh gimana sampeyan ini, saya nanya malah mau balik nanya. Ya udah silahkan!" jawab gus dengan sedikit tertawa. "gini gus, Allah itu maha pengampun kan gus?"
Gus Arif terkejut mendengar pertanyaan Karyo yang dianggapnya nyeleneh. "loh! Ya jelas toh yo!" tanya gus Arif kepada Karyo. "meskipun dosanya seluas lautan gus?" tanya Karyo dengan nada agak tinggi. "iya Karyo" jawab gus Arif.
"meskipun dosanya seluas lautan, ditambah seluas samudera, bumi, bahkan galaxi dan seluruh bima sakti gus?!" tanya Karyo dengan ekspresi keheranan. "He em, enggeh, iya, leres, betul Karyo" jawab gus Arif dengan nada rendah dan senyum ramahnya.
"waduh gak adil dong, Gusti Allah kalau gitu gus" papar Karyo dengan nada kecewa. "hmm... Kamu ini ada-ada saja, tentu saja Allah itu maha adil, makanya dia mengampuni dosa-dosa itu. Emangnya dosa apa yang sudah kamu lakukan sehingga kamu memprediksi dosa yang sebesar itu?" tanya gus Arif dengan penuh rasa penasaran.
"bukan saya gus, tapi teman saya yang saya maksud tadi" jawab Karyo. "oh.. Emang dosa apa yang dia buat?" tanya gus Arif kembali kepada Karyo.
"emm... Gimana ya, sungkan saya gus kalau cerita ke Gus, gimana kalau nanya ke teman saya langsung aja gus?" tawar Karyo sambil memutar-mutar bajunya karena gugup. "yasudah, besok saja kalau gitu, suruh saja temanmu kerumah saya besok ya" papar gus Arif kepada Karyo.
"wah kebetulan gus" celetuk karyo. "kebetulan gimana?" tanya gus Arif. "kebetulan dia memang mau kerumah gus untuk konsultasi masalah dosanya ini gus" jelas Karyo. "haha... Iya sudah, saya juga penasaran sama dosanya, sebesar apasih kok sampai meragukan ampunan dari Allah SWT gitu" ujar gus Arif sambil mengelus-elus jenggotnya yang belum terlalu panjang.
*Setelah mendengar pernyataan gus Arifin, Karyo menjadi sedikit lega dan melanjutkan pekerjaannya.
____________________________________
Hingga keesokan harinya, Karyo dan temannya menemui gus Arifin di kediamannya.
"Assalamualaikum gus" salam Karyo dan temannya didepan pintu rumah gus Arif. "Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatu, oalah Karyo, silahkan...silahkan masuk" jawab gus Arif dan mempersilakan mereka masuk kerumahnya.
"Monggo, silahkan duduk" gus Arif mempersiapkan duduk mereka berdua. "hehe iya gus, anu.... Saya.... Ehhhmmm...."
"iya saya paham! Karyo sudah menceritakannya kepada saya" potong gus Arif sambil tersenyum melihat Karyo. Sontak temannya menatap sinis si Karyo. "loh enggak... Saya nggak cerita apa-apa kok... Beneran enggak" tutur Karyo membela diri.
"hehe sudah sudah, Karyo hanya bilang kalau anda mau kesini kok, dia belum cerita apa-apa" ralat gus Arif. "hehe iya gus" jawab teman Karyo dengan sungkan.
"silahkan, monggo mau konsultasi tentang apa?" tanya gus Arif kepada teman Karyo. "hehe anu gus... Saya mau konsultasi gus, itu... Ehhmm... Tentang... Eemmm..."
"ya tentang apa?" tanya gus Arif lagi kepada teman Karyo. "emm... Itu gus, tentang dosa saya" jawab teman Karyo. "oh iya, sebelumnya kalau boleh tau namanya siapa ya mas?" tanya gus Arif.
"oh iya, sampai lupa. Nama saya Ferly gus" sahut teman Karyo (Ferly). "oh oke, silahkan mas Ferly bisa dilanjutkan yang tadi" jawab gus Arif mempersilahkan Ferly melanjutkan hajadnya yang tadi.
"gini gus, saya kam punya masa lalu yang kelam, dan dosa saya guede banget gus! Dan mungkin saya udah gak layak disebut manusia gus karena dosa saya ini" papar Ferly kepada gus Arif.
Gus Arifin sedikit heran dengan pernyataan Ferly, hingga posisi gus Arifin pun berubah. Dari yang semula menyandar di sofa, jadi agak maju dan terlihat serius menanggapi pernyataan Ferly.
"hmm... Sebenarnya dosa apa yang anda perbuat, hingga anda bisa bicara seperti itu?" tanya gus Arif kepada Ferly sambil menyatukan tanggannya (tanda serius mencermati). "ehm... Anu gus... Malu saya gus" jawab Ferly dengan muka kemerah merahan.
"loh kenapa mesti malu? Semua orang pernah salah dan berdosa, termasuk saya mas" tegas gus Arif kepada Ferly agar tidak malu lagi. "hmmm... Gimana ya, malu saya gus" jawab Ferly.
"ya kalau anda tidak mau bercerita, mana bisa saya memperkirakan besarnya dosa anda mas Firly?" jawab gus Arifin dengan tersenyum. "hehe iya juga sih, tapi malu saya gus. Saya takut anda mengusir saya saat gus tau dosa-dosa saya" jawab Firly dengan senyum malu diwajahnya.
"hahahaha, mana mungkin saya begitu mas. Anda tenang saja, saya tidak mungkin seperti itu. Lagipula bagaimana saya bisa memberi solusi jika dosa andapun saya tidak tau?" papar gus Arif sambil tertawa lepas. "hehe iya juga ya gus" jawab Firly.
"nah kan... Sekarang coba ceritakan" paksa gus Arif. Kemudian Firly pun bersedia untuk bercerita kepada gus Arifin.
"hmm... jadi gini gus, dulu saya ini rentenir. Saya minjemin uang ke orang-orang miskin, petani dan pedangang miskin adalah sasaran empuk bagi saya, dan pernah pada suatu hari saya minjemin uang ke salah satu petani di desa saya. Dia sangat miskin dan pada waktu itu dia gagal panen dan sudah jatuh tempo masa pembayaran hutangnya kepada saya. Dia beralasan tidak bisa membayar karena dia gagal panen gus, ndilalah (kebetulan) dia punya gadis Cuantik gus! dan akhirnya saya mengatakan tidak apa dia tidak melunasi hutangnya, asalkan anaknya dinikahkan kepada saya. Dan petani inipun setuju." jelas Firly dengan panjang lebar.
Penjelasan itu membuat kerutan di dahi gus Arifin, yang menndakan bahwa dirinya serius mendengarkan.
"oh jadi begitu toh dosa anda?" celetuk gus Arif memotong penjelasan Firly. "belum gus, masih ada lagi" sahut Firly membenarkan. "oh iya ta? Maaf jika saya lancang memotong, silahkan lanjutkan mas" jawab gus Arif dengan sedikit tertawa sungkan.
"lalu, setelah menikah, saya kerap berbuat kasar sama dia gus. Saya dulu pemabuk dan suka berjudi, hobi pulang malam dan main wanita. Setiap saya pulang malam, entah dalam sadar ataupun keadaan mabuk, dia selalu saya pukul karena suka menasihati saya gus. Saya menjambak rambutnya kemudian saya benturkan ke tembok gus. Pernah waktu itu dia saya tampar kemudian saya injak lehernya gus, gara-gara dia marah saat melihat saya main perempuan, mungkin sudah tidak tahan dia akhirnya mengancam akan meluaporkan kepolisi daj menuntut untuk cerai gus, namun saya ancam, jika dia sampai berani melakukan hal itu, hutang ayahnya akan saya tagih kembali. Dan akhirnya dia menuruti perkataan saya" papar Firly dengan mata dan muka merah menahan tangis sekaligus malu dihadapan gus Arifin.
Istighfar lirih beberapa kali terdengar saat gus Arifin mendengarkam cerita dari Firly, dan kemudian berkata "hmm... Lumayan parah sih kalau tentang KDRT, tapi Allah maha pengempun kok..." kemdian Firly memotong tanggapan gus Arifin mengenai ceritanya "loh, masih belum gus. Itu belum dosa yang saya maksud gus" papar Firly yang membuat gus Arifin tercengang.
"loh! Belum? Oke kalau gitu, silahkan dilanjut" jawab gus Arif sambil membetulkan posisi duduknya.
"lalu saya punya anak gus, dia cantik sekali gus. Bahkan lebih cantik dari ibunya" kerutan mulai kembali terlihat diwajah gus Arifin. "saking cantiknya saya sampai takut melihatnya gus" kemudian gus Arif memotong ceritanya "loh! Kenapa harus takut?" tanya gus Arif dengan nada mulai tinggi. "hehe bentar gus, biarkan kan saya menyelesaikan ceritanya dulu" jawab si Firly. "oh oke maaf, silahkan dilanjut" kata gus Arif.
Firly melanjutkan ceritanya walaupun dengan menundukan pandangan dan tidak berani melihat mata gus Arifin. "hari demi hari pun berlalu, dan putri saya terlihat semakin cantik saja gus, saat dia berjalan didepan saya... Saya... Saya seperti dirasuki setan gus, tapi saya bisa menahannya" kemudian nafasnya tersendal dan gus Arifin semakin serius mendengar cerita Firly. Ekspresinya sama sekali tidak menunjukan wajah ramah sang gus Arifin yang biasanya.
Firly melanjutkan ceritanya yang sempat terpotong karena sendalan nafasnya menahan tangis. "hingga pada suatu malam gus" air mata Firly mulai menetes. "kenapa mas?" Tanya gus Arif penasaran.
"anu gus... Saya... Anu... Gus.." nada bicaranya tersendal dan air mata mulai membanjiri mukanya yang tertunduk. "kenapa mas Firly? Tolong jawab!" tanya gus Arifin dengan nada tinggi.
"Saya... Saya... Dan putri saya... Malam itu... Saya gus... " mukanya semakin tertunduk. "anda melakukannya mas Firly?! Darah daging anda?! Anda benar melakukannya?!" tanya gus Arifin dengan nada membentak.
"saya khilaf gus, saya hilang kendali pada malam itu" tuturnya sambil menutupi wajahnya, tangisnya semakin menjadi jadi, nafasnya tersedu sedu dan mukanya merah menahan malu. "astagfirullah halladzim. Manusia macam apa anda ini Mas?! Ini darah daging anda sendiri! Bagaimana mungkin anda memperkosanya!" ujar gus Arif dengan nada yang meledak ledak.
Gus Arifin sesekali seperti ancang-ancang hendak berdiri, namun teringat jika dia belum memberikan solusi kepada Firly yang saat itu dirundung malu.
Beberapa saat, setelah gus Arifin menghela nafas dan beristighfar beberapa kali, dia melanjutkan diskusi ini dengan pertanyaan beliau. "tapi anda sekali itu saja kan melakukannya?" tanya gus Arif dengan nada pelan.
Mendengar pertanyaan gus Arifin, Firly semakin erat menutupi mukanya dan air matanya semakin deras.
"Tolong jawab saudara Firly!" ucap gus Arifin dengan tegas.
"ti..ti..tidak g-gus..." ucap Firly dengan pelan dan nada tersendat-sendat.
Sontak gus Arifin pun menutupi mukanya dengan kedua tangannya dan seolah malu mendengar cerita Firly. Sampai pada akhirnya Firly mengatakan "itu masih belum ada apa-apanya gus" celetuk Firly yang membuat gus Arifin tercengang dan membuat mata gus Arifin terbeblalak.
"kenapa gus? Anda sudah tidak kuat dan tidak mau mendengar cerita saya?" tanya Firly kepada gus Arifin. "jangan bercanda, tentu saja saya masih ingin mendengar cerita anda hingga akhir" kata gus Arif dengan nada menantang dan senyum memaksa karena bercampur dengan kekecewaannya.
"Saya melakukannya itu hampir setiap malam gus, dan saya mengancam anak saya agar dia tidak mengadukan perihal ini kepada ibunya. Hingga pada suatu hari... Anak saya hamil" gus Arifin berdiri mendengar ini dengan tangan mengepal, lalu menghela nafas panjang dan mengeluarkannya melalui mulut. Beliau mslakukannya beberapa kali dan kembali duduk sambil terdengar wirid lirih dibibirnya.
Kemudian gus Arifin bertanya "dia mengandung anakmu?!" tanya gus Arifin kepada Firly dengan senyum kecut diwajahnya. "iya gus" jawab Firly.
"Astagfirullah Halladzim mas, perbuataj keji macam apa ini yang anda lakukan? Anda begitu menjijikkan!" kata gus Aririn sambil mengusap - usap wajahnya dengan tangannya. "tapi itu belum seberapa gus" celetuk Firly. "apa?! Mana mungkin ada yang lebiy keji daripada itu?!" tanya gus Arifi tak percaya.
"Iya gus, awalnya isteri saya tidak tau tentang kejadian ini gus. Namun, perut anak saya semakin hari semakin membesar dan akhirnya skandal kamipun terbongkar. Anak saya menceritakan semuanya hingga kemudian isteri saya ditemukan gantung diri dikamarnya gus. Saat itu saya sedang keluar dan tetangga yang mengetahuinya gus. Kemudian, selang satu hari setelah pemakaman isteri saya, anak saya juga ditemukan meninggal diruang tamu gus" tangisnya pecah saat menceritakan ini dan seolah tak kuasa melanjutkan, namun ia mencoba untuk tegar dan melanjutkan ceritanya.
"Ya Allah, saya tidak tau kenapa masih ada manusia sebejat anda! Yang tega memeras orang miskin, menyiksa isteri, menghamili anak anda sendiri, hingga berujung pada kematian mereka!" kutuk gus Arif sambil mengusap usap muka dan menundukan pandangannya.
"Tapi itu masih belum seberapa gus, dan masih ada lagi" celetuk Firly. "apa?! Mana mungkin ada yang lebih keji daripada menghamili darah daging sendiri?!" ungkap gus Arif tak percaya mendengarnya.
"ada gus, saat jenazah anak saya diletakkan dikamar jenazah untuk keperluan otopsi, saya masuk ke kamr jenazah itu gus. Dan...saya... Sa-sssaya... Melakukannya lagi gus..." tangisnya pecah dan semakin menderu deru saat menjelaskan kejadian ini.
"Astagfirullah halladzim mas.. Bejat, sungguh bejat perilaku anda! Biadab! Binatang pun tak sekeji kau mas!" kutuk gus Arifin dengan muka merah dan mata terbelalak. "saya tau gus.. Saya menyesal dan ingin bertobat, setiap hari saya dihantui oleh dosa dan rasa bersalah saya gus" ucap Firly sambil mencium tangan gus Arifin sambil menangis tersedu sedu.
Gus Arifin menarik tangannya dengan kencang, berdiri edan berkata "sekarang, enyahlah kamu dari hadapan saya! Jangan tunjukan lagi batang hidungmu! Saya merasa jijik dengan anda! Pergi!" bentak gus Arifin mengusir Firly.
Karyo yang melihat amarah gus Arifin yang seperti itu bingung dan heran, karena gus Arifin yang periang dan suka ndagel berubah menjadi orang yang mengerikan dihadapannya.
Firly kemudian pergi dengan rasa malu dan tanpa sepatah kata apapun, gus Arifin masuk kedalam kamar dan kemudian mengambil wudhu. Karyo masih diruang tamu kebingungan harus berbuat apa.
Selang beberapa saat, gus Arifin keluar "Karyo, antar saya kerumau abah (ayah gus Arifin, Kiyai Ma'sum)" ujar gus Arifin. "b-bbaik gus" jawab Karyo dengan gugup.
Sesampainya dirumah Kiyai Ma'sum, gus Arifin pun menceritakan perihal apa yang dialami oleh Firly. Dia bercerita dengan emosional dan sangat detil. Kiyai Ma'sum hanya mendengarkan apa yang disampaikan oleh putranya sambil sesekali terlihat komat kamit mulut Kiyai Ma'sum membaca istighfar dan wirid yang lain.
"Bagaimana menurut abah?" tanya gus Arifin meminta pendapat Kiyai Ma'sum perihal kejadian tersebut. Kemudian Kiyai Ma'sum berdiri, masuk ke dalam dan mengambil wudhu, lalu keluar dengan wajah dan anggota tubuh basah tersiram air wudhu.
Kiyai Ma'ruf kembali duduk dihadapan putranya, gus Arifin dan berkata "le.. Siapa yang lebih berhak menentukan seseorang masuk surga atau neraka le?" tanya Kiyai Ma'sum. "Allah SWT abah" jawab gus Arifin dengan nada pelan.
"lalu kenapa kamu menghakimi orang itu? Memutuskan dia biadab atau tidak. Itu hanya dimata kamu dia biadab, belum tentu dimata Allah seperti itu" tutur Kiyai Ma'sum menasihati anaknya dengan penuh bijaksana. "iya abah, tapi bukankah dia udah keterlaluan abah?" tanya gus Arifin kepada Kiyai Ma'sum.
"Sekali lagi le, itu hanya penilaian manusia. Kamu lupa apa, kalau Allah itu maha pengampun? itulah makna kata 'maha' milik Allah SWT le, jadi gak main - main penggunaan kata itu. Bayangkan Allah yang mengampuni setiap dosa hamba-hambanya yang seperti ini dihari raya dan disetiap harinya. Atau bahkan ada yang lebih parah. Mungkin Firly ini hanya contoh kecil dari orang yang sudah melakukan dosa besar le... Hanya saja yang Allah tampakkan sama kamu si Firly ini, untuk kamu mengambil hikmah dan pelajarannya. Sekarang kamu cari dia dan bimbing dia untuk bertobat" ujar Kiyai Ma'sum kepada gus Arifin.
"Astagfirullah Halladzim ya Allah, ampuni hamba karena sudah meremehkan gelar Maha Pengampunmu ya Allah" Ujar gus Arifin tersadar.
Komentar
Posting Komentar