Pada pekan lalu, saya membuat opini terkait vaksinisasi pada masyarakat Indonesia, yang bisa anda baca dengan mengakses link berikut Berita baik yang belum diterima
Dalam opini saya sebelumnya, saya cenderung menganjurkan pemerintah melakukan pendekatan pada masyarakat, bahkan saya juga menganjurkan agar pemerintah memakai jasa buzer dalam proses sosialisasi vaksin tersebut. Namun tulisan di blog saya ini masih sangat kecil dan jelas tidak akan sampai ke telinga yang mulia presiden Al-mukarom Joko Widodo Mutafaq'alaih, ya saya hanya bisa bersabar karena memang beginilah nasib bloger kelas rempeyek seperti saya, hehe.
Pemerintah rupanya lebih memilih sikap tegas dan otoriter dalam pelaksanaan vaksinisasi ini, namun juga tetap melakukan pendekatan secara masif disetiap siaran televisi dan sosial media.
Bapak Jokowi, yang sebelumnya sudah pernah mengatakan jika dirinya siap menjadi orang pertama yang disuntik vaksin Covid'19 ini, akhirnya pada hari rabu (13/1/21) kemarin sudah disuntik vaksin.
Kondisi beliau pasca disuntik juga masih baik hingga sekarang. Dirinya hanya menuturkan jika merasa sedikit pegal saja pasca disuntik, rasa yang khas memang saat daging ditusuk dengan jarum.
Walaupun bapak Jokowi telah memberanikan diri untuk disuntik vaksin, namun statemen dari Ribka Tjiptaning, yang notabenenya seorang anggota DPR komisi IX fraksi PDIP mengatakan, ketidaksetujuannya pada vaksin ini. Dirinya mengungkapkan jika vaksin ini masih belum jelas keamanannya, karena dirinya trauma dengan penyuntikan vaksin polio yang malah membuat pasiennya lumpuh, dan vaksin malaria (kaki gajah) yang pasiennya meninggal dunia.
Dirinya bahkan mengatakan sebagai orang yang paling keras dalam menolak vaksin, dan jika masih ada pemaksaan pada pemerintah terkait proses vaksinisasi ini, dirinya menuturkan jika itu adalah pelanggaran HAM. Ketidaksetujuannya ini dilandaskan pada fakta jika Bio Farma masih mengatakan jika vaksin Covid'19 ini masih belum lulus uji ke-3 (keamanan disuntik pada manusia). Dirinya juga mengakhiri statemennya dengan kata "negara tidak boleh berbisnis pada rakyatnya!".
Statemen Ribka ini juga relate dan saya tau sendiri jika pemerintah melakukan uji coba vaksin pada masyarakatnya. Saudara saya sendiri, anaknya langsung mengalami kejang-kejang saat disuntik vaksin polio. Sejak awal prnyuntikan vaksin polio ini memang sudah membuat saya ragu, karena dari dulu vaksinisasi polio pada zaman saya dulu dilakukan dengan cara diteteskan, bukan disuntik!
Perpecahan pada tubuh pemerintah ini semakin menjadikan polemik ditengah masyarakat Indonesia, dimana kubu yang awalnya percaya pada vaksin menjadi was-was dan kubu yang yakin jika Covid'19 ini hanyalah konspirasi keji yang dilakukan oleh segelintir "penjual obat" seperti yang dikatakan JRX pada tahun lalu, juga semakin yakin pada pendapatnya.
Mungkin keotoriteran pemerintah dengan cara menetapkan hukuman 1 tahun penjara serta denda 5 juta pada masyarakat yang menolak suntik vaksin tersebut, juga bisa dibilang tepat karena ini adalah situasi darurat dan saya bisa memaklumi keinginan pemerintah agar pandemi ini segera berakhir.
Akan tetapi, pada sisi lain, pemerintah juga harus memperhatikan dan memaklumi keresahan serta kekhawatiran masyarakat akan vaksin ini, mungkin dengan cara pengecekan dan pengujian kembali vaksin Covid'19 ini hingga pada tahap ke-3, dan juga banyaknya oknum dokter yang membuat data-data palsu terkait Covid'19 ini juga yang membuat masyarkat skeptis akan vaksin ini, walaupun pak Jokowi sudah mau disuntik pertama.
Dugaan masyarkat adalah seperti yang diutarakan oleh Ribka, mengingat vaksin yang ada adalah 5 jenis, tidak tau mana yang di gratiskan atau di subsidikan pada masyarkat. Maka, masyarakat membuat kesimpulan sendiri jika vaksin yang disuntikkan pada bapak Jokowi adalah berbeda dengan apa yang akan diedarkan pada masyarakat Indonesia nantinya.
Meskipun Kominfo telah mengkonfirmasi jika berita tersebut adalah hoax alias berita bohong, namun tidak memungkiri penyebaran informasi dari mulut ke mulut jauh lebih akurat daripada klarifikasi di media sosial.
Jika pemerintah masih ngotot dengan kebijakannya, sudah pasti situasi masyarakat Indonesia akan kacau dan bisa terjadi demo berdarah, mungkin lebih besar daripada peristiwa 1998. Karena saya menduga kuat, pihak luar (negara luar) akan ikut campur, mulai dengan berkedok pejuang HAM, wartawan, hingga voulentir-voulentir dari luar negeri yang notabenenya juga menjadi bumbu akan kekacauan yang akan terjadi ini.
Komentar
Posting Komentar