Langsung ke konten utama

Baru Keluar Goa

        "Ahoy umat manusia!" Saya adalah seseorang yang baru saja keluar dari goa karena bertapa selama 50 tahun dalam rangka pembersihan dosa. Saya membawa misi untuk mengajarkan apa yang bisa kalian lakukan dalam rangka peleburan dosa.

        Saya ingin menuntun kalian, para insan untuk menjadi sejatinya insan, hingga kalian menyadari apa yang dimaksud seorang insan yang sebenarnya

          Mungkin kalian sekarang masih dalam belantara kesesatan yang nyata, namun saya disini berperan sebagai lentera yang menerangi setiap jiwa-jiwa yang mungkar.

   Sayapun berjalan hingga menemukan sebuah desa yang dibalut dalam keramaian.

   Tentu saja saya langsung melontarkan fatwah

         "Wahai penduduk desa! Marilah kita sama² bermunajat kepada hyang widji, janganlah kalian terlena pada sesuatu yang fana dan sementara, sejatinya hidup adalah kembali kepadanya, bukan terlena atas setiap cobaan yang diberikan olehnya"

           *Prok! Bogem mentah tiba-tiba mendarat di pipi sebelah kanan ku hingga membuat saya tersungkur. "Kenapa anda memukul saya?!" Raungku sambil meringis menahan sakit. Dia hanya tersenyum mendengar umpatanku. "Kenapa kau tersenyum?!" Gusarku.

          Kemudian ia menarik kerah bajuku dan membangunkanku. Kemudian membersihkan debu yang menempel di badan dan pakaian. Kemudian ia pergi dengan senyum manis liciknya.

         Lalu hati ini bergumam sinis "apa dia sudah gila? Atau dia seorang psikopat?!" Saya masih dirundung kebingungan yang amat mendalam.

         Akhirnya saya menarik kesimpulan bahwa wilayah ini mungkin tidak cocok untuk dakwah² saya. Kemudian saya berlanjut ke desa selanjutnya.

Lalu tiba-tiba *Jedug! Bola berukuran kepala manusia menghantam tempurung kepalaku. "Aduh! Apa lagi ini gusti.....?!" Cibir hati ini.

          Tak lama seorang anak datang dengan menertawakanku dan mengambil bola tersebut. Saat bocah itu berbalik saya menarik pakaiannya dan hendak menanyakan mengapa dia menertawakan saya? Namun ia melempar bola itu kewajah dan mengenai mata kanan saya hingga saya tertunduk menahan sakit.

           "Gusti.... Mengapa dunia ini begitu aneh?!" Gundahku merengek kepada sang hyang widji. Kemudian akhirnya saya mengambil sebuah belatih dan menghunuskannya kepada anak itu. Sontak itu membuat teman anak itu berteriak dan menarik perhatian orang-orang dewasa.

         Orang-orang ini pun melihat kejadian itu dan dengan tatapan kejamnya mereka berlari menghampiri saya dengan membawa senjatanya masing².

        "Kejar dia!" "Bunuh orang itu!" Teriakan itulah yang membuat gentar jiwa dan ragaku, kaki inipun seolah memiliki kehendak sendiri dan berlari tanpa perintah. Saya berlari sekencang mungkin hingga akhirnya saya terpojok karena mendapati jalan buntu.

        Merekapun mengepung dan berencana membunuh saya, "Oh gusti... Bantulah hambamu yang mencoba membawa insan yang sesat ini kedalam karuniamu gusti..." Hati ini tak ada hentinya bermunajat, dan meminta pertolongan, hingga pada akhirnya mereka menyerangku dan aku membela diri.

        "Hiaaaa.....!!" Jleb! Sring! Jris! Jruess! Jreett!

         Tak terasa semua massa itu terkapar dan saya tetap dalam posisi kuda² bertahan, itu adalah pembunuhan masal pertama saya, bola mata ini rasanya ingin melompat dari kantungnya melihat mayat² itu. Nafas terengah-engah dan dengan perasaan bersalah yang menyelimuti jiwa.

        Saya bersimpuh diantara puluhan mayat, dan dengan gemetar memandang belatih dan kedua tangan yang bermandikan darah yang saya anggap pendosa.

         Kemudian terbesit dalam nurani, "siapa yang sebenarnya pendosa? Aku? Atau para mayat ini?!"

        "Aku mungkin bukan tidak sesat, namun aku adalah pendosa, aku adalah manusia yang tak pantas disebut seorang insan, aku adalah seorang durjana yang tak tau hinanya"

"Huaaa......!"

         Sayapun berniat mengakhiri hidup dengan belatih yang sama, namun masih ada gejolak dalam nurani bahwa dosa orang yang mengakhiri hidupnya adalah dineraka selama-lamanya. Akhirnya diri inipun berniat untuk bertapa dalam goa 100 tahun mungkin, dalam rangka penyucian dosa ini.

    Jlek! Jlek! Jlek! Langkah kaki ini mengantar saya kedalam goa dan saya mulai bersila diatas batu pensucian.

           Jresss! Tanpa pikir panjang, belatih inipun menoyak daging, darah pun menodai batu suci ini hingga akhirnya saya sudah telah terputus pada hal duniawi dan menunggu apakah nanti saya bisa terlahir kembali.
  

Komentar