Langsung ke konten utama

Arus Balik

Judul Buku : Arus Balik
Penulis        : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit      : Hasta Mitra, 2002
Tebal           : 1192 hlm
ISBN            : 979-8659-04-x

         Arus balik merupakan rangkaian dari tetralogi Arok Dedes, Arus Balik, Mangir, dan satu naskah yang masih hilang. Seperti karyanya yang lain, Pram kerap menyajikan sebuah cerita yang akan membawa pembaca ikut masuk kedalam cerita tersebut dengan pertimbangan estetika gaya bahasanya.

        Pramodya ananta toer merupakan salah satu sastrawan populer dan bisa dibilang Master Piece khususnya pada bidang Novel Sastra. Pram dengan keikutsertaannya dalam sebuah organisasi yang dianggap sebagai organisasi berbau komunis membuat dirinya hampir menghabiskan seumur hidupnya dalam tahanan di pulau Buru. Bahkan beberapa naskahnyapun dibakar.

         Novel ini menceritakan mengenai kemunduran zaman yang dialami oleh Nusantara, setelah keruntuhan kerajaan Majapahit.

         Kerajaan Majapahit yang menguasai hampir semua negara Indonesia hingga Singapura dan Malaysia yang hanya menjadi dongeng massa lalu pada rakyat zaman itu.

         Layaknya judul pada novelnya, Nusantara yang dulunya mercusuar dari selatan yang menghembuskan angin ke utara, kini harus menerima kenyataan bahwa arus telah berbalik kepada kemunduran yang menyakitkan.

          Wafatnya Adipatih Gajah Mada menjadi titik awal keruntuhan kerajaan Majapahit yang pada massa itu konflik dan perang saudara berkecamuk hingga pada puncaknya, kerajaan Majapahit benar-benar lenyap setelah kehadiran agama Islam ditanah Jawa.

           Kerajaan-kerajaan yang dahulunya dalam kekuasaan Majapahit akhirnya melepaskan diri, para keturunan Majapahit pun lebih memilih berkonsentrasi dengan kerajaan yang masih tersisa, termasuk Raja Tuban Wilwatika yang tidak ingin memperluas daerah kekuasaanya.  "Kedamaian rakyat jauh lebih berarti" ucapnya. Namun hidupnya akan terus berubah bukan hanya karena arus yang terus bergerak namun juga karena faktor eksternal (kedatangan portugis) dan faktor internal (munculnya demak),  namun ada faktor yang tak kalah penting yaitu kehadiran sosok pemuda yang bernama galeng yang muncul ditengah pergejolakan arus tersebut.

          Galeng adalah pemuda desa yang memiliki ketangkasan, kecerdasaan, dan keberanian dibandingkan pemuda lain. Kemampuan nya itu pun di tambah selama masih tinggal di desa, dia sering mendengar "ocehan" dari Rama Cluring yang katanya pernah merasakan kehebatan Majapahit. Kemampuan fisik disertai luasnya wawasan, menjadi modal penting Galeng untuk masuk sebagai pemeran dalam arus balik Nusantara saat itu. Hasilnya babak itu di mulai saat Galeng menghadiri kejuaraan di Tuban bersama kekasihnya Idayu. 

            Kemenengan Galeng sebagai juara dalam kejuaran itu menjadi titik awal pergulatan pemuda desa itu. Munculnya konflik seperti pengkhianatan, kehidupan feodal, munculnya para penjilat yang menambah konflik dalam kerajaan Tuban. Kedatangan Portugis menguasai Kerajaan Malaka menjadi babak awal Galeng sebagai duta Tuban dalam peperangan merebut Malaka, yang di pimpin oleh Adipati Unus (Laksamana Demak), walau akhirnya pasukan Nusantara kalah karena belum bersatunya pasukan kerajaan tersebut.

             Pram pun menyungguhkan, bagaimana rakyat Nusantara saat itu bisa berkerja sama dengan pasukan Portugal (Peranggi). Mulai dari Kerajaan Blambangan dan para pasukan pemberontak Ki Aji Benggala, membuat kita mengetahui cara para penjajah setahap demi setahap mendapat peluang untuk menaklukan Nusantara. Tapi disini, kemampuan Galeng sebagai tokoh Protagonis akhirnya muncul dan daya karismanya mengalahkan aura Raja Walwatika.

           Selain menyajikan pergejolakan kerajaan, kolonialisme, percintaan yang cukup mendominasi. Novel ini juga menyelipkan kisah perjuangan pernyebaran agama islam lewat tokoh firman, seorang musafir yang diutus oleh Sunan Bonang untuk menyebarkan agama Islam ditanah Jawa. Walau tak banyak, namun disinilah letak drama pergulatan seorang firman yang berperang melawan budaya Hindu-Budha yang masih kental di Nusantara, hingga hanya sedikit masyarakat pedalaman yang memeluk agama Islam.

            Pada akhirnya, tanah Jawa yang merupakan daerah yang tenang dan damai berubah menjadi arena pertempuran. Dan galeng yang nantinya berubah menjadi Wiragaleng akhirnya berperan sebagai sosok pahlawan yang akan mengusir Portugis dan akan mempersatukan Nusantara layaknya Mahapatih Gajah Mada.

           Namun seperti yang dikatakan pramodya, bahwa arus telah berbalik, jadi kita hanya bisa melawan dan menekan lebih keras arus tersebut agar Indonesia kembali menjadi Nusantara yang berjaya tak hanya pada massa lalunya, namun juga pada massa ini, dan massa depan nantinya.

Komentar

  1. Lantas perjuangan seperti yang dilakukan oleh galeng, apakah masih bisa kita lakukan untuk saat ini?
    Bukannya saya meragukan atas bersatunya nusantara, Indonesia saja saat ini masih sangat sering terpecah akibat ednosentrisme golongan yg sangat kolot, terus menurutmu langkah yang bagaimana lagi yg harus kita tempuh?

    BalasHapus

Posting Komentar