Hidup bersama dengan orang yang kita cinta, dalam suatu ikatan suci bernama pernikahan, memanglah sebuah dambaan bagi setiap insan yang sedang di mabuk asmara. Banyak yang melatar belakangi manusia ingin menikah, salah satunya adalah cinta. Cinta juga yang membuat pernikahan menjadi surga dunia, hingga beberapa orang menganggap cinta adalah modal pertama dan utama bagi pernikahan, hingga banyak yang bilang "pernikahan tanpa cinta, pasti hambar rasanya".
Pernyataan tersebut memang benar. Namun, apa jadinya jika pernikahan yang seharuanya menjadi surga dunia, malah menjadi jelmaan neraka dan iblis di dunia.
Hal tersebut bisa saja terjadi, karena pada saat ini, banyak manusia yang menyalahgunakan arti cinta. Cinta yang merupakan fitrah manusia, dan menyalurkannya harus dengan cara yang benar (salah satunya adalah menikah) digunakan sebagai topeng dan dalih penyaluran nafsu.
Lihat saja, banyak kasus anak muda hamil diluar nikah dan alasannya adalah pengukur kesetiaan mereka yang terlena oleh nafsu (bukan cinta) dunia, yang menggunakan kata-kata cinta demi menjerat dan menyalurkan nafsu bejat dengan pasangan ilegalnya (belum menikah).
Namun, tak selamanya fenomena itu buruk, setidaknya dengan adanya kasus-kasus tersebut, omset penjual nanas dan dukun aborsi meningkat. Hahahaa.....
Melihat maraknya fenomena muda-mudi yang hamil diluar nikah dan nafsu remaja yang memang sulit dibendung, membuat beberapa aktivis keagamaan melakukan terobosan dalam dakwahnya. Karena dakwah dalam forum kajian sudah dianggap tidak efektif dan terlalu primitif, para aktivis ini menggunakan media sosial sebagai dakwah dan mengkampanyekan Mari Menikah Muda.
Para aktivis keagamaan ini, yang notabene-nya anak-anak muda, yang memang mengerti mengenai dunia milenial, tentu menjadi salah satu faktor penunjang bagaimana gerakan Mari Menikah Muda ini laris di publik. Banyak muda-mudi yang tertarik dalam gerakan ini, apalagi setelah banyak beredar vidio-vidio kemesraan pasangan yang menikah muda seperti Wardah-Nathan, Muzamil-Sonia, dan Alvin-Larisa yang menambah meledak-ledaknya semangat menikah dikalangan anak muda Indonesia.
Tujuan gerakan ini baik, karena demi mengurangi angka perzinahan di Indonesia, khususnya pada kalangan muda. Namun, banyak anak muda yang akhirnya salah menafsirkan gerakan ini dengan menabrak segala aspek yang ternyata penting untuk dipersiapkan sebelum akhirnya menempuh ke jenjang pernikahan, seperti; faktor ekonomi, pengendalian emosi, psikologi, dan juga kedewasaan pikir.
Faktor-faktor tersebut banyak di tabrak dan sering di nomor 10 kan oleh kaum muda yang mereka utamakan hanyalah mengenai konsep TRI-Saling (saling percaya-saling setia-saling mencinta), yang akhirnya memunculkan permasalahan baru tentang dunia percintaan, yang menurut saya merambah ke jenjang yang lebih serius, seperti; perceraian, KDRT, hingga pembunuhan istri/anak/suami sendiri.
Kasus-kasus tersebut sering kali disebabkan oleh faktor ekonomi keluarga. Sering muncul di layar kaca kita mengenai kasus pembunuhan anak dan istri, disebabkan oleh suami yang frustasi karena tidak sanggup menghidupi keluarganya. Dan juga sering kita temui kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) disebabkan oleh seringnya cek-cok antara suami istri yang juga tidak lepas dari faktor ekonomi.
Memang mengenai rizki dan nasib seseorang telah di atur oleh sang Maha Kuasa. Namun, jika hanya menggunakan argumen tersebut sebagai alibi untuk kita berusaha lebih giat lagi, itu adalah suatu kesalahan.
Menjadi miskin atau serba kekurangan juga bukan keinginan semua orang, watak yang kaku dan keras juga memang sukar untuk dirubah. Namun, itulah perlunya melakukan persiapan sebelum melakukan sebuah ikatan kudus, yang pastinya semua orang melakukannya hanya sekali dalam seumur hidup, menginginkan ketentraman dan kedamaian dalam pernikahannya. Maka dari itu, perlunya melakukan persiapan dengan bekerja keras mulai sekarang, menabung guna massa depan yang cerah, melatih pengendalian emosi, dan pendewasaan diri sebelum memutuskan untuk menikah.
Komentar
Posting Komentar