Fenomenologi modern, pada umumnya dipengaruhi oleh Pemikiran Max Webber, yakni Verstehen atau fenomenologi Max Webber. Webber menjelaskan pada pemikirannya, jika setiap tindakan individu adalah rasional. Rasional yang dimaksud Max Webber dibagi menjadi 5.
Pertama, Rasionalitas Formal: didasarkan pada kalkulasi atau untung dan rugi.
Kedua, Rasionalitas Instrumental, yakni didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas dalam pencapaian tujuan.
Ketiga, Rasionalitas Nilai yang didasarkan pada hal yang dianggap baik, buruk, benar, salah, dan hal berbau normatif lainnya.
Keempat, Rasionalitas Tradisional: didasarkan pada hal yang telah dilakukan secara turun temurun (tradisi).
Rasionalitas Afektif: Didasarkan pada emosi/perasaan.
Penjelasan
Fenomenologi secara etimologi berasal dari kata “phenomenon” yang berarti realitas yang tampak, dan “logos” yang berarti ilmu. Sehingga secara Tujuan utama fenomenologi adalah mempelajari bagaimana fenomena dialami dalam kesadaran, pikiran dan dalam tindakan, seperti bagaimana fenomena tersebut bernilai atau diterima secara estetis. Fenomologi mencoba mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan konsep-konsep penting, dalam kerangka intersubjektivitas.
Secara terminologi fenomenologi adalah ilmu berorientasi untuk dapat mendapatkan penjelasan tentang realitas yang tampak.Fenomena yang tampak adalah refleksi dari realitas yang tidak berdiri sendiri karena ia memiliki makna yang memerlukan penafsiran lebih lanjut. Fenomenologi menerobos fenomena untuk dapat mengetahui makna (hakikat) terdalam dari fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi, fenomenologi adalah ilmu mengenai fenomena yang dibedakan dari sesuatu yang sudah menjadi, atau disiplin, atau disiplin ilmu yang menjelaskan dan mengklasifikasikan fenomena, atau studi tentang fenomena. Dengan kata lain, fenomenologi mempelajari fenomena yang tampak di depan kita, dan bagaimana penampakannya.
Sejarah
Istilah Fenomenologi sendiri, pertama kali sudah digunakan oleh Hegel, yakni Fenomenology of Spirit atau dalam bahasa Indonesia diartikan dalam Fenomenologi Roh. Akan tetapi, jika yang membahasas dan mempopulerkan Fenomenologi sebagai cara berpikir adalah Ahli matematika Jerman Edmund Husserl, dalam tulisannya yang berjudul Logical Investigations (1900) mengawali sejarah fenomenologi. Fenomenologi sebagai salah satu cabang filsafat, pertama kali dikembangkan di universitas-universtas Jerman sebelum Perang Dunia I, khususnya oleh Edmund Husserl, yang kemudian di lanjutkan oleh Martin Heidehher dan yang lainnya, seperti Jean Paul Sartre. Selanjutnya Sartre, Heidegger, dan Merleau-Ponty memasukkan ide-ide dasar fenomenologi dalam pandangan eksistensialisme. Adapun yang menjadi fokus dari eksistensialisme adalah eksplorasi kehidupan dunia mahluk sadar, atau jalan kehidupan subjek-subjek sadar.
Fenomenologi milik Huserl ini sendiri berupaya untuk menemukan Erlebnises atau pengetahuan murni. Arti dari pengetahuan murni disini adalah, pengetahuan yang tidak terinfasi oleh kepentingang apapun dan siapapun. Bahkan untuk sudut pandang orang kedua dan ketiga, Fenomenologi milik Huserl ini tidak menerimanya, sehingga pengetahuan hanya menerima tentang apa yang benar-benar ada dan murni terlihat oleh orang pertama atau dirinya sendiri saja.
Tahap memperoleh pengetahuan Murni, menurut Edmund Huserl
- Reduksi fenomenologi, yaitu penghayatan pada objek atau dunia (lebenswelt). Dalam kasus ini juga ada istilah intensionalitas atau yang berbunyi, kesadaran adalah kesadaran tentang sesuatu, jadi objek akan ada ketika kita sudah menaruh perhatian atau fokus pada objek tersebut.
- Reduksi Eiditis, yakni memisahkan objek dari diri sendiri (epoche), dalam bahasa Yunani epoche berarti penundaan. Jadi kita harus menghilangkan prasangka atau informasi mengenai objek tersebut, sehingga objek atau apapun yg kita lihat itu adalah sesuatu yang baru dan belum pernah kita lihat sebelumnya. Hal ini sama dengan alairan seni minimalis yang bertujuan untuk membuat karya seni yang sama sekali baru yang tidak terkait dengan objek-objek yang lain.
- Reduksi Transendental, yakni ditemukannya pengetahuan murni (erlebnise).
Fenomenologi Peter L Berger
Berger menjelaskan bagaimana individu dapat menciptakan konstruksi sosial.
- Eksternalisasi adalah ketika individu lebih kuat/mendominasi/berpengaruh daripada masyarakat (menciptakan nilai-norma-budaya). Contoh: Soekarno yang pemikirannya sangat berpengaruh pada perjuangan rakyat Indonesia untuk melawan penjajah.
- Internalisasi adalah kebalikan dari eksternalisasi, yakni ketika individu lebih lemah daripada masyarakat/didominasi (mengadopsi nilai-norma-budaya). Contoh: seorang siswa yang mau tidak mau harus mengikuti segala peraturan yang ada disekolah.
- Objektivasi adalah temporalitas yang terkadang individu tersebut lebih kuat dari masyarakat, dan terkadang juga bisa sebaliknya (nilai-norma-budaya diterima secara terbuka atau apa adanya). Contoh: kelahiran mitos-mitos yang diciptakan oleh orang zaman dulu, dan diterima hingga sekarang karena dianggap sesuai dengan jatidiri wilayah itu sendiri.
Selain itu, Berger juga mencetuskan istilah dialegtika dan dialegtika menurutnya adalah melihat sesuatu yang sama, namun dalam waktu dan tempat yang berbeda, maka akan melahirkan informasi atau pemahaman yang berbeda pula. Misalkan saja pada istilah "dialegtika" ini sendiri, yang dirumuskan oleh 3 tokoh sosial yakni Hegel, Marx, Hebert Smith dan Berger yang pasti saat kita mempelajari pemikiran mereka, informasi dan pemahaman yang kita dapat juga akan berbeda, walaupun objek kajiannya sama, yakni dialegtika.
Dialegtika menurut Berger ini dipahami dengan Sebelum individu ada, masyarakat ada. Ketika individu ada, masyarakat ada. Ketika individu tiada, masyarakat tetap ada. Hal ini menjelaskan jika individu dapat dipisahkan dari masyarakat, dan begitupun sebaliknya.
Fenomenologi menurut Max Scheler
Standort adalah fenomenologi menurut Schaler. Dirinya menjelaskan, bagaimana posisi sosial seseorang, bisa mempengaruhi argumen atau opininya. Mislakan, pada saat rapat dosen dan mahasiswa, disitu akan terjadi perdebatan antara dua kubu ini. Kubu mahasiswa mengangkat isu lahan parkir yang kurang, dan pasti ingin meminta perluasan atau penambahan lahan parkir agar tidak sempit, sedangkan dari pihak dosen atau Dekan tidak akan memusingkan perkara lahan parkir karena dosen sudah memiliki lahan parkirnya sendiri. Dari contoh tersebut bisa kita pahami bagaimana posisi sosial seseorang mempengaruhi aspirasi yang disampaikan.
Latar, belakang Scheler yakni dirinya hidup pada zaman golongan fasis komunis, liberalis, konservatif protestan, dan katolik yang saling berebut ide tentang bagaimana masyarakat harus diatur.
Dari sini bisa disimpulkan, jika setiap metode fenomenologi itu memiliki pehamaman dan penerapan yang berbeda-beda.
- Fenomenologi Huserl bertujuan untuk mengetahui pengetahuan murni,
- Fenomenologi Max Webber bertujuan untuk mencari motif tindakan individu,
- Fenomenologi Alfred Schutz memiliki tujuan untuk mengetahui manipulasi yang dilakukan oleh individu
- Fenomenologi Peter L Berger, menjelaskan bagaimana proses terjadinya konstruksi sosial yang dilakukan oleh individu.
- Fenomenologi Max Scheler, berusaha menjelaskan bagaimana posisi sosial seseorang mempengaruhi opini atau argumen seseorang
Komentar
Posting Komentar