Langsung ke konten utama

Resensi Entrok: Coutane

Judul :  Entrok 

Penulis: Okky Madasari

Penerbit: Gramedia Pustaka

Tahun terbit: 2010

ISBN: 978 - 979 - 22 - 5589 - 8


Dari judulnya saja sudah membuat mata pria seperti teman saya yang bernama Wahyu a.k.a Pambud pasti langsung terbelalak matanya. Pasalnya, dia sangat menyukai hal-hal yang menyangkut sastra perkelaminan seperti itu. Entah dia menganggapnya sebagai seni atau apa, tapi yang saya tau hanya dia suka sastra wangi. 

Judulnya memang agak asing ditelinga kita yang modern sekali ini, karena kata entrok ini diambil dari istilah zaman dulu yang mengisyaratkan mengenai kain penopang payudara atau bra.

Buku ini pada awalnya, dan memang yang ditonjolkan dari segi perjuangannya itu sendiri berkisah dari seorang perempuan bernama Marni yang menginginkan bra atau entrok.

Akan tetapi, ibunya yang menentang karena dirinya hanya perempuan kelas bawah dan sebatas pengupas singkong pun menjadi alasan ibunya tak mengizinkan tekadnya. Namun, Marni tidak patah semangat dan terus berjuang. 

Disinilah kelihaian penulis dalam menggiring tulisan akhirnya terlihat. Penulis mengangkat banyak isu dari setial kejadian-kejadian sepele seperti entrok yang menjadi sentral pembahasan penulis. Okky Madasari mengangkat isu-isu feminisme yang dibeberapa adegan terkesan sarkas dan keras, seperti penggambaran pada sosok lelaki dengan simbol seperti Tedjo. 

Jelas, Okky disini ingin melakukan penekanan pada perjuangan feminisme keras atau yang sekarang kita kenal sebagai feminazi, selain mengungkap kekuatan wanita, mendobrak stigma wanita lemah dan juga pada buku ini Okky mendiskreditkan lelaki dengan penggambaran-penggambaran negatif, seperti pemalas, suka meremehkan, dan lainnya yang bisa anda temukan sendiri saat membaca. 

Selain isu feminis, penulis juga menyinggung perkara PKI dan gambaran bagaimana keotoriteran penguasa Orde Baru. Dalam cerita tersebut Okky menyihir pembaca, seolah-olah pembaca digiring dalam situasi yang sedang dimaksud penulis. 

Penggunaan istilah dan juga pembahasan hal dewasa yang tidak terlalu keras, saya berpikiran jika buku ini baik dibaca oleh usia anak remaja hingga tua. Penjabaran yang tidak terlalu frontal dan memaparkan informasi, menjadi alasan saya merekomendasikan pada usia tersebut. 

Selain itu, mengenai cover sendiri buku ini memang terkesan vulgar dan judulnya yang clickbait. Akan tetapi, disitulah letak perjuangan feminisme penulis yang ingin disampaikan, yang pasti anda temukan setelah anda membacanya. 

Komentar